A. Pengertian
Analisis
Transaksional (AT) adalah psikoterapi transaksional yang dapat digunakan dalam
terapi individual, tetapi lebih cocok untuk digunakan dalam terapi kelompok.
Analisis Transaksional berbeda dengan sebagian besar terapi lain dalam arti ia
adalah suatu terapi kontraktual dan desisional. Analisis Transaksional
melibatkan suatu kontrak yang dibuat klien, yang dengan jelas menyatakan
tujuan-tujuan dan arah proses terapi. Analisis Transaksional juga berfokus pada
putusan-putusan awal yang dibuat oleh klien, dan menekankan kemampuan klien
untuk membuat putusan-putusan baru. Analisis Transaksional menekan aspek-aspek
kognitif rasional-behavioral dan berorentasi kepada peningkatan kesadaran
sehingga klien akan mampu membuat putusan-putusan baru dan mengubah cara
hidupnya.
B. Konsep-konsep Utama
1. Pandangan
tentang sifat manusia
Analisis Transaksional
berakar pada suatu filsafat yang antideterministik serta menekankan bahwa
manusia sanggup melampaui pengondisian dan pemograman awal. Di samping itu,
Analisis Transaksional berpijak pada asumsi-asumsi bahwa orang-orang sanggup
memahami putusan-putusan masa lampaunya dan bahwa orang-orang mampu memilih
untuk memutuskan ulang.
2. Perwakilan-perwakilan
Ego
Analisis Transaksional
adalah suatu sistem terapi yang berlandaskan teori kepribadian yang menggunakan
tiga pola tingkah laku atau perwakilan ego
yang terpisah: Orang Tua, Orang Dewasa, dan Anak.
a) Ego Orang
Tua
Ego
Orang
Tua adalah bagian dari kepribadian yang merupakan introyeksi dari orang tua
atau dari substitusi orang tua. Ego
Orang Tua berisi perintah-perintah “harus” dan “semestinya”. Orang tua dalam
diri kita bisa “Orang Tua Pemelihara” atau “Orang Tua Pengeritik”.
b) Ego Orang
Dewasa
Ego
Orang
Dewasa adalah pengolahan data dan informasi. Ia tidak emosional dan tidak
menghakimi, tetapi menangani fakta-fakta dan kenyataan eksternal. Berdasarkan
informasi yang tersedia, ego Orang
Dewasa menghasilkan pemecahan yang paling baik bagi masalah tertentu.
c) Ego Anak
Berisi
perasaan-perasaan, dorongan-dorongan, dan tindakan-tindakan spontan. “Anak”
yang ada dalam diri kita bisa berupa “Anak Alamiah”, “Profesor Cilik”, atau
berupa “Anak yang Disesuaikan”.
3. Skenario-skenario
kehidupan dan posisi-posisi psikologis dasar
Skenario-skenario
kehidupan adalah ajaran-ajaran orang tua yang kita pelajari dan putusan-putusan
awal yang dibuat oleh kita sebagai anak, yang selanjutnya dibawa oleh kita
sebagai orang dewasa. Berkaitan dengan konsep-konsep skenario kehidupan,
pesan-pesan dan perintah-perintah orang tua, dan putusan-putusan dini itu,
adalah konsep dalam Analasis Transaksional tentang empat posisi dasar dalam
hidup:
a) “Saya
OK – Kamu OK”
Dalam posisi tersebut
dua orang merasa seperti pemenang dan bisa menjalin hubungan langsung yang
terbuka.
b) “Saya
OK – Kamu Tidak OK”
Dalam posisi ini adalah
posisi orang-orang yang memproyeksikan masalah-masalahnya kepada orang lain dan
mempermasalahkan orang lain.
c) “Saya Tidak OK – Kamu OK”
Dalam posisi ini adalah
posisi orang yang mengalami depresi, yang merasa tak kuasa dibanding dengan
orang lain, dan yang cenderung menarik diri atau lebih suka memenuhi keinginan
orang lain ketimbang keingina sendiri.
d) “Saya
Tidak Ok – Kamu Tidak OK”
Posisi ini adalah
posisi orang-orang yang menyingkirkan semua harapan, yang kehilangan minta
hidup, dan yang melihat hisup sebagai tidak mengandung harapan.
4. Kebutuhan
manusia akan belaian
Orang-orang ingin
dibelai, baik secara fisik maupun secara emosional. Belaian yang positif adalah
esensial bagi perkembangan pribadi yang sehat secara psikologis dengan perasaan
OK. Belaian-belaian yang positif,
yang bisa berbentuk ungkapan-ungkapan afeksi atau penghargaan, bisa disalurkan
melalui kata-kata, elusan, pandangan atau mimik muka.
Belaian yang negatif
oleh orang tua mengakibatkan terhambatnya pertumbuhan anak. Belaian-belaian
negatif mengambil bentuk pesan-pesan (verbal dan nonverbal) yang merampas
kehormatan dan menyebabkan seseorang merasa di kesampingkan dan tak berarti.
5. Permainan-permainan
yang kita mainkan
Para pendukung Analisis
Transaksional mendorong orang-orang untuk mengenali dan memahami perwakilan-perwakilan
ego-nya. Alasannya adalah, dengan
mengakui ketiga perwakilan ego itu,
orang-orang bisa membebaskan diri dari putusan-putusan Anak yang telah usang
dan dari pesan-pesan Orang Tua yang irasional yang menyulitkan kehidupan mereka.
Analisis Transaksional mengajari orang bagian mana yang sebaiknya digunakan
untuk membuat putusan-putusan yang penting bagi kehidupannya.
C. Teknik-teknik Terapeutik
Menurut
Corey secara umum teknik-teknik yang dapat dipilih dan diterapkan dalam terapi
analisis transaksional, yaitu:
1. Permission (pemberian kesempatan), dalam
proses terapi, pemberian kesempatan ini diberikan kepada kilen agar dapat;
a) Menggunakan
waktunya secara efektif tanpa melakukan ritual pengunduran diri
b) Mengalami
semua status ego yang biasanya dilakukan dengan mendorong klin menggunakan
kemampuan Status Ego Dewasa untuk menikmati kehidupan
c) Tidak
memainkan permainan dengan cara tidak membiarkan klien memainkannya.
2.
Protection (proteksi),
klien mungkin akan merasa ketakutan setelah ia menerima kesempatan untuk
menghentikan perintah-perintah orang tua dan menggunakan Status Ego Dewasa dan
Status Ego Anak.
3.
Potency (potensi),
maksudnya seorang terapis tahu apa yang akan dilakukan dan kapan melakukannya.
Oleh karena itu kemampuan terapis terletak pada keahliannya, sehingga
keterampilan tersebut efektif secara optimal.
Menurut Berne ada beberapa teknik
khusus yang dapat dipakai dalam proses terapi, yaitu: interogasi, spesifikasi,
konfrontasi, eksplanasi, illustrasi, konfirmasi, interprestasi, kristalisasi.
D. Studi Kasus
Contoh
Kasus Hasta adalah anak yang patuh dan penurut kepada orangtuanya. Baginya,
orangtua adalah orang yang selalu dihormati dan ditaati. Sejak kecil, Hasta
memang selalu diarahkan orangtuanya. Tidak boleh ini, tidak boleh itu. Harus
yang ini, harus yang itu, dsb. Dia jarang sekali dibiarkan membuat pilihannya
sendiri. Hal itu juga terjadi dalam pemilihan arah pendidikan. Dari TK hingga
SMA, semua ditentukan oleh orangtua. Tidak ada yang dipilih sendiri oleh Hasta.
Orangtuanya ingin Hasta menjadi seorang dokter. Hasta merasa tidak ingin jadi
dokter tapi dia tidak mau dan tidak bisa melawan keinginan orangtua. Dia merasa
tidak memiliki kekuatan atas jalan hidupnya sendiri. Hasta menurut saja jika
dipersiapkan untuk menjadi seorang dokter dengan les tambahan di bimbingan
belajar. Kemudian Hasta berhasil diterima di Jurusan Kedokteran Umum.
Orangtuanya senang sekali, merasa telah sukses mengarahkan anaknya. Tapi Hasta
tidak nyaman dengan hal tersebut. Sebenarnya dia ingin belajar sastra. Hasta
pernah sekali mengungkapkan keinginannya itu. Tapi orangtua tidak mau tahu dan
selalu melarang Hasta belajar sastra. Menurut Hasta, orangtuanya berpikir bahwa
pilihan terbaik adalah apa yang diputuskan oleh orangtua, bukan Hasta yang
hanya seorang anak. Hasta menjalani kuliah di kedokteran dengan tidak semangat
dan tertekan. Dia ingin sekali keluar dari jurusan kedokteran. Akibatnya, pada
semester pertama, nilainya sudah jeblok. Orangtua hanya bisa marah-marah ,
menyuruh Hasta serius kuliah, tidak memikirkan hal lain, apalagi sastra. Karena
hal itu, Hasta semakin merasa tertekan dan stres. Dia ingin memiliki kekuasaan
atas pilihan jalan hidupnya sendiri, tapi tak sanggup melawan ego orangtua.
E. Pembahasan
Dari
contoh studi kasus di atas dapat dikaitkan dengan terapi Analisis Transaksional
karena dapat dilihat bahwa di dalam diri Hasta terdapat perwakilan “Ego
Orangtua” yang memungkin ego orangtua tersebut berisi perintah-perintah “harus”
dan “semestinya” hal tersebut adalah bagian dari kepribadian yang merupakan
introyeksi dari orangtua. Menurut Haris (1967) melihat tujuan Analisis
Transaksional itu sendiri yaitu membantu individu agar “memiliki kebebasan
memilih, kebebasan mengubah keinginan, kebebasan mengubah respon-respon
terhadap stimulus-stimulus yang lazim maupun baru”. Dalam terapi ini Hasta
diwajibkan untuk memikul dan menyelesaikan tanggungjawab yang lebih besar yang
ada di dalam dirinya, serta mendorongnya untuk mengenali dan memahami
perwakilan-perwakilan ego-nya. Alasanya, adalah dengan mengakui ketiga perwakilan
ego yaitu ego orangtua, ego dewasa dan ego anak, dari situlah Hasta bisa
membebaskan diri dari putusan-putusan Anak yang telah usang dan dari
pesan-pesan Orangtua yang irasional yang menyulitkan Hasta.
Dalam
kasus ini bisa digunakan beberapa prosedur-prosedur terapi salah satunya kursi
kosong, disini Hasta diminta untuk membayangkan bahwa orangtuanya duduk
disebuah kursi kosong dihadapannya dan mengajaknya berdialog untuk menyatakan
pikiran-pikirannya, perasaan-perasaannya selama Hasta menjalankan menjalankan
peran perwakilan ego orangtua dari situlah mungkin Hasta akan merasa lebih lega
dan mampu untuk mengutarakan yang sesungguhnya dengan orangtuanya.
Kelompok
Intan Sylvia Febra Arini 13512758
Inka Novansyah 13512734
Gama Evayanti 13512089
Kelompok
Intan Sylvia Febra Arini 13512758
Inka Novansyah 13512734
Gama Evayanti 13512089
Sumber:
http://www.slideshare.net/frozfaizz/putri-liviana-teori-analisis-transaksional